SISTEM DAN ALAT PEMBAYARAN ELEKTRONIK
Pengertian Sistem Pembayaran
Pada tingkat yang paling dasar, sistem pembayaran adalah suatu cara yang disepakati untuk mentransfer suatu nilai (value) antara pembeli dan penjual dalam suatu transaksi. Sistem pembayaran memfasilitasi pertukaran barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
Pada tingkat yang paling dasar, sistem pembayaran adalah suatu cara yang disepakati untuk mentransfer suatu nilai (value) antara pembeli dan penjual dalam suatu transaksi. Sistem pembayaran memfasilitasi pertukaran barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
Dalam pandangan Manuel Guitian mantan Direktur the Monetary and Exchange Affairs Department IMF, sistem pembayaran mencakup seperangkat alat dan sarana umum yang diterima dalam melakukan pembayaran, kerangka kelembagaan dan organisasi yang mengatur pembayaran tersebut (termasuk peraturan prudensial), dan prosedur operasi serta jaringan komunikasi yang digunakan untuk memulai dan mengirimkan informasi pembayaran dari pembayar kepada penerima dan menyelesaikan pembayaran.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia dikatakan bahwa sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkap aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suati kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sementara itu menurut Bank for Internasional Settlement (BIS), sistem pembayaran mencakup seperangkat sarana, prosedur perbankan dan sistem transfer dana antarbank yang menjamin sirkulasi uang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Hal ini juga melibatkan berbagai lembaga, seperti bank sentral, bank umum, bank komersial dan lembaga keuangan lainnya. Bank sentral dan bank umum atau bank komersial menjadi penyelenggara dan penguna sistem pembayaran yang besar.
Alat Pembayaran dan
Sistem Transfer
Perkembangan alat pembayaran dan sistem transfer saat ini
dapat dikatakan telah berkembang sangat pesat dan maju. Dalam alat pembayaran,
selain uang yang masih menjadi alat pembayaran utama yang berlaku di
masyarakat, terdapat pula alat pembayaran non tunai.
Sebagai contoh, telah dikenal alat pembayaran berbasis kertas
seperti cek dan bilyet giro atau alat pembayaran menggunakan kartu (APMK),
seperti kartu kredit dan kartu ATM/debet. Sedangkan untuk sistem transfer,
telah dilakukan pengembangan sistem transfer dana secara berkesinambungan oleh
Bank Indonesia, sehingga saat ini telah tersedia sistem BI-RTGS dan sistem
Kliring Nasional. Untuk itu, mari kenali alat pembayaran dan sistem transfer
yang ada di Indonesia, untuk mempermudah Anda dalam bertransaksi.
Alat Pembayaran
: Cek dan BG
Cek dan Bilyet Giro (BG) merupakan alat pembayaran
paling lama yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Cek telah diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), sementara Bilyet Giro pertama kali
diatur tahun 1972 dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Penggunaan Cek dan BG untuk pembayaran umumnya
dilakukan oleh pelaku usaha dalam mendukung kelancaran transaksi bisnisnya.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan nasabah individu menggunakan Cek dan
BG dalam melakukan pembayaran.
Cek dan Bilyet Giro diberikan kepada nasabah yang
memiliki simpanan di bank, khususnya simpanan dalam bentuk rekening giro.
Walaupun secara fisik Cek dan BG terlihat sama, namun pada dasarnya terdapat
beberapa perbedaan antara Cek dan BG, seperti pencairan Cek dapat dilakukan
secara tunai atau melalui pemindahbukuan sementara BG hanya dapat dicairkan
dengan pemindahbukuan. Selain itu Cek, khususnya Cek atas unjuk dapat
dipindahtangankan sementara Bilyet Giro tidak dapat dipindahtangankan.
Definisi
1. Cek adalah surat
perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek.
Penarikan cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas
unjuk" dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable
paper).
2. Bilyet Giro
adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk
memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening
pemegang yang disebutkan namanya.
Dasar Hukum
1. Cek telah diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 178 sampai dengan Pasal
229.
2. Bilyet Giro
telah diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
Manfaat Cek dan Bilyet Giro
Penggunaan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan
kemudahan dalam melakukan pembayaran atas suatu transaksi ekonomi tertentu
tanpa perlu membawa uang tunai dalam jumlah banyak.
2. Khusus untuk
ilyet giro, memberikan fleksibilitas kepada pemilik rekening khususnya
pengusaha dalam pengelolaan cash flow dengan memberikan tanggal mundur pada
Bilyet Giro.
Risiko Cek dan Bilyet Giro
1. Risiko nama pemilik rekening masuk dalam Daftar hitam
Nasional karena menarik Cek dan Bilyet Giro kosong.
2. Risiko menerima Cek dan Bilyet Giro kosong, bagi masayarakat
yang menerima pembayaran dengan Cek dan Bilyet Giro. Adapun yang dimaksud
dengan Cek dan Bilyet Giro kosong adalah cek dan/atau Bilyet Giro yang
ditunjukkan oleh Pemegang baik melalui kliring maupun melalui loket Bank secara
langsung (over the conter) dan ditolak pembayarannya atau pemindahbukuannya
oleh Bank dengan alasan penolakan “saldo rekening giro tidak cukup” atau
“rekening giro telah ditutup”.
Contoh Gambar Cek
Contoh Gambar Bilyet Giro
|
Keterangan
|
Cek
|
Bilyet Giro
|
1
|
Pengertian
|
Surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang
memelihara rekening giro nasabah tersebut untuk membayar sejumlah dana kepada
pemegang Cek tersebut.
|
Surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara
rekening giro nasabah tersebut untuk memindahbukukan sejumlah dana dari
rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
|
2
|
Pencairan Dana
|
Melalui tunai atau pemindahbukuan
|
Hanya melalui pemindahbukuan
|
3
|
Syarat Formal
|
·
Terdapat
nama “Cek”
·
Perintah
tidak bersyarat
·
Terdapat
nama Penarik
·
Tempat
pembayaran
·
Tempat
dan tanggal penerbitan Cek
·
Tandatangan
Penarik
|
·
Terdapat
nama “Bilyet Giro”
·
Perintah
tidak bersyarat
·
Terdapat
nama Penarik
·
Jumlah
dana dipindahbukukan
·
Tempat
dan tanggal penarikan
·
Nama dan
Nomor Rekening Pemegang
·
Nama
Bank Penerima
|
4
|
Tenggang Waktu Penawaran
|
Tidak Ada
|
70 hari sejak tanggal penarikan.
|
5
|
Masa Daluarsa
|
70 hari sejak tanggal penarikan
|
6 bulan setelah tenggang waktu penawaran
|
6
|
Syarat Lain
|
·
Tersedianya
dana sejak diterbitkan.
·
Memenuhi
materai yang cukup.
·
Jika ada
coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si penerbit
·
Jumlah
uang yang terbilang dan tersebut harus sama
|
·
Tersedia
dana pada tanggal efektif.
·
Bila
tanggal efektif tidak ada maka tanggal penarikan berlaku sebagai tanggal
efektif.
·
Bila
tanggal efektif tidak ada maka tanggal penarikan berlaku sebagai tanggal
efektif.
·
Jika ada
coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si penerbit.
·
Jumlah
uang yang terbilang dan tersebut harus sama.
|
Alat
Pembayaran : Kartu ATM/Debet
Sebagian besar masyarakat Indonesia tentunya telah
banyak mengenal kartu pembayaran. Kartu pembayaran yang saat ini paling
diminati oleh masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi keuangan adalah
Kartu ATM/Debet. Selama tahun 2010, dengan jumlah kartu yang beredar sebesar
51,6 juta kartu, volume penggunaan Kartu ATM/Debet yang mencapai 1,81 milyar
transaksi atau 4,95 juta transaksi per hari, menjadi yang paling tinggi
diantara alat pembayaran lainnya.
Namun demikian, peningkatan penggunaan Kartu ATM/Debet
berpotensi pula meningkatkan risiko dari penggunaan Kartu ATM/Debet tersebut,
baik risiko yang disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengguna, maupun risiko
fraud (kejahatan) yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Pada tahun 2010, berbagai media baik cetak maupun elektronik
memberitakan telah terjadi fraud pada industri Kartu ATM/Debet. Sebagian besar
fraud tersebut terjadi dengan menggunakan metode skimming, yaitu dengan mencuri
data nasabah yang tersimpan dalam kartu. Dari kejadian ini, selain diperlukan
peningkatan keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM/Debet yang harus dilakukan
oleh para penerbit Kartu/Debet, tentunya diperlukan pula sikap kehati-hatian
masyarakat sebagai pengguna dalam melakukan transaksi keuangan dengan
menggunakan Kartu ATM/Debet.
Definisi Kartu ATM/Debet
Kartu ATM adalah alat pembayaran menggunakan kartu
yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana
dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara
langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain bank yang
berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Sementara itu, Kartu Debet adalah pembayaran dengan
menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi
pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan
mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau Lembaga
Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan
Kartu ATM/Debet telah diatur dalam :
Manfaat Kartu ATM/Debet
Penggunaan
Kartu ATM/Debet yang semakin meningkat, tentunya dikarenakan manfaat dari
penggunaannya yang telah banyak dirasakan masyarakat. Manfaat dari penggunaan
Kartu ATM/Debet adalah:
1. Memberikan kemudahan dan kecepatan bertransaksi via ATM
untuk penarikan tunai, transfer antar
rekening dan/atau antarbank.
2. Selain itu khusus untuk Kartu Debet, memberikan kemudahan
melakukan transaksi berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
Risiko dari Kartu ATM/ Debet
Walapun di satu
sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu ATM/Debet, tetapi di sisi lain
terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya,
seperti :
1. Risiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena penggguna
yang sah melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN.
2. Risiko fraud yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab dengan mencuri data nasabah pengguna yang tersimpan
dalam kartu.
Mekanisme Penggunaan Kartu Debet
Terdapat
2 (dua) mekanisme penggunaan Kartu Debet untuk transaksi belanja yang saat ini
masih menggunakan teknologi magnetic stripe, yaitu:
1. Menggunakan tanda tangan
·
Kartu Debet yang Anda serahkan ke
kasir akan diproses dengan cara menggesekan kartu ke mesin EDC. Setelah
digesek, terjadi proses online untuk verifikasi data dan kecukupan saldo
pemegang kartu yang ada pada database server penerbit kartu.
·
Setelah proses verifikasi selesai,
mesin EDC akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh
pemegang kartu yang melakukan transaksi.
·
Transaksi selesai.
2. Menggunakan PIN
·
Kartu Debet yang Anda serahkan ke
kasir akan diproses dengan cara menggesekan kartu ke mesin EDC. Setelah
digesek, kasir akan meminta pengguna untuk mengisi PIN pada mesin EDC. Apabila
PIN pengguna benar, akan terjadi proses online untuk verifikasi data dan
kecukupan saldo pemegang kartu yang ada pada database server penerbit kartu.
·
Setelah proses verifikasi selesai,
mesin EDC akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh
pemegang kartu yang melakukan transaksi.
·
Transaksi selesai.
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan
Kartu ATM/Debet
1. Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu ATM/Debet
2. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya,
baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu
ATM/Debet yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian
tertulis.
3. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang
menerbitkan Kartu ATM/Debet.
4. Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan
kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Debet yang
diterbitkan oleh pihak lain.
5. Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang
menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Debet.
6. Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank
yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit
dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu ATM/Debet.
7. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga
selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir
atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi Kartu ATM/Debet berdasarkan hasil perhitungan dari
penyelenggara kliring.
Alat
Pembayaran : Kartu Kredit
Kartu
Kredit merupakan alat pembayaran yang memiliki prinsip “buy now pay later”,
dimana pada saat transaksi kewajiban pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu
oleh penerbit Kartu Kredit. Pemegang kartu dapat melunasi pembayaran
berdasarkan waktu yang disepakati antara pemegang kartu dan penerbit. Saat ini
fasilitas yang ditawarkan bagi pengguna Kartu Kredit sangat beragam, mulai dari
diskon di merchant, point rewards yang dapat digunakan untuk berbelanja, sampai
dengan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
Penggunaan
Kartu Kredit secara bijak sebagai alat bayar pengganti uang tunai tentunya akan
sangat menguntungkan bagi penggunanya, karena selain tidak perlu membawa uang
tunai dalam jumlah banyak, diberikan beragam tawaran yang menarik dari
penerbit, pengguna juga diberikan keleluasaan untuk melunasi pembayarannya
sesuai waktu yang disepakati. Hal ini tentunya akan memberikan fleksibilitas
bagi pengguna Kartu Kredit dalam mengatur cash flow.
Namun
demikian, dengan prinsip “buy now pay later” dan beragamnya fasilitas yang
ditawarkan, bukan tidak mungkin penggunaan Kartu Kredit akan berpotensi membuat
masyarakat cenderung menjadi konsumtif. Untuk itu sebagai pengguna Kartu
Kredit, kita perlu menanamkan kesadaran pada diri sendiri bahwa fasilitas Kartu
Kredit merupakan kewajiban yang harus dipenuhi pada saat jatuh tempo. Apabila
pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo maka besar sekali biaya yang akan dikenakan
kepada pemegang kartu, baik berupa biaya keterlambatan maupun biaya bunga.
Dalam kaitan ini perlu dihindari cara “gali lubang tutup lubang” dalam melunasi
hutang kartu Kredit, karena hal ini akan semakin memperburuk kondisi keuangan.
Definisi Kartu Kredit
Kartu
Kredit adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,
termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai,
dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh
acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan
pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus (charge
card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan
Kartu Kredit telah diatur dalam :
Manfaat Kartu Kredit
Penggunaan
Kartu Kredit sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi
transaksi berbelanja tanpa perlu membawa uang tunai.
2. Terdapat berbagai penawaran menarik dari penerbit Kartu
Kredit, antara lain point rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian
barang dengan bunga cicilan 0%.
Risiko Kartu Kredit
Walapun
di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain
terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya,
seperti :
1. Risiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena penggguna
yang sah melakukan kelalaian dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk
saat ini transaksi belanja dengan menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan
tanda tangan yang dapat saja dipalsukan oleh pihak lain.
2. Risiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang
relatif tinggi karena pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada
saat jatuh tempo, sehingga pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah
jatuh tempo.
Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit dengan Menggunakan Chip
Mekanisme
Penggunaan Kartu Kredit dengan menggunakan chip tidak banyak mengalami
perubahan dengan mekanisme sebelumnya. Ketika bertransaksi, hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan kartu kredit chip adalah:
1. Kartu kredit yang Anda serahkan ke kasir akan diproses
dengan cara memasukkan kartu ke dalam mesin EDC yang telah dilengkapi chip atau
dikenal dengan istilah dimasukkan ke dalam EDC. Pada saat dimasukkan ke dalam
EDC, kartu mengalami proses enkripsi terlebih dahulu sebelum akhirnya secara
online di-link-an dan di verifikasi dengan penerbit kartu kredit yang dipakai.
2. Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC yang telah
dilengkapi chip akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh
pemegang kartu yang melakukan transaksi.
3. Transaksi selesai.
Mekanisme yang sama
mudahnya dengan teknologi sebelumnya yang dikenal dengan magnetic stripe. Yang
perlu diingat adalah, transaksi tidak lagi digesek tapi di-dip, jika dalam
bertransaksi kartu kredit Anda masih menggunakan mekanisme yang lama yaitu
digesek, itu berarti kartu kredit dan mesin EDC belum menggunakan Chip. Segera
minta penggantian kartu Anda kepada penerbit kartu yang tertera pada kartu
kredit Anda.
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit
1. Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya,
baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu
Kredit yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian
tertulis.
3. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang
menerbitkan Kartu Kredit.
4. Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan
kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang
diterbitkan oleh pihak lain.
5. Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang
menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Kredit.
6. Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank
yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit
dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit.
7. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga
selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir
atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara
kliring.
Alat
Pembayaran : Uang Elektronik
Di
tahun-tahun terakhir, inovasi pada instrumen pembayaran elektronis dengan
menggunakan kartu telah berkembang menjadi bentuk yang lebih praktis. Saat ini
di Indonesia sedang berkembang suatu instrumen pembayaran yang dikenal dengan
uang elektronik. Walaupun memuat karakteristik yang sedikit berbeda dengan
instrumen pembayaran lainnya seperti kartu kredit dan kartu ATM/Debet, namun
penggunaan instrumen ini tetap sama dengan kartu kredit dan kartu ATM/Debet
yaitu ditujukan untuk pembayaran.
Secara
sederhana, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam bentuk
elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu.
Penggunanya harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan
disimpan dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan
bertransaksi. Ketika digunakan, nilai uang elektronik yang tersimpan dalam
media elektronik akan berkurang sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat
mengisi kembali (top-up). Media elektronik untuk menyimpan nilai uang
elektronik dapat berupa chip atau server.
Penggunaan
uang elektronik ini sebagai alat pembayaran yang inovatif dan praktis
diharapkan dapat membantu kelancaran pembayaran kegiatan ekonomi yang bersifat
massal, cepat dan mikro, sehingga perkembangannya dapat membantu kelancaran
transaksi di jalan tol, di bidang transportasi seperti kereta api maupun
angkutan umum lainnya atau transaksi di minimarket, food court, atau parkir.
Perkembangan
uang elektronik diharapkan pula dapat digunakan sebagai alternatif alat
pembayaran non tunai yang dapat menjangkau masyarakat yang selama ini belum
mempunyai akses kepada sistem perbankan.
Definisi
Uang
Elektronik (Electronic Money) didefinisikan sebagai alat pembayaran yang
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
2. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media
seperti server atau chip;
3. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan
merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan
4. nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan
dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan
Uang Elektronik telah diatur dalam :
Manfaat Uang Elektronik
Penggunaan
Uang Elektronik sebagai alat pembayaran dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi
transaksi pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai.
2. Tidak lagi menerima uang kembalian dalam bentuk barang
(seperti permen) akibat padagang tidak mempunyai uang kembalian bernilai kecil
(receh).
3. Sangat applicable untuk transaksi massal yang nilainya kecil
namun frekuensinya tinggi, seperti: transportasi, parkir, tol, fast food, dll.
Risiko Uang Elektronik
Walapun
di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Uang Elektronik, tetapi di sisi
lain terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para
penggunanya, seperti :
1. Risiko uang elektronik hilang dan dapat digunakan oleh pihak
lain karena pada prinsipnya uang elektronik sama seperti uang tunai yang
apabila hilang tidak dapat diklaim kepada penerbit.
2. Risiko karena masih kurang pahamnya pengguna dalam
menggunakan uang elektronik, seperti pengguna tidak menyadari uang elektronik
yang digunakan ditempelkan 2 (dua) kali pada reader untuk suatu transaksi yang
sama sehingga nilai uang elektronik berkurang lebih besar dari nilai transaksi.
Jenis Uang Elektronik dan Batas Nilai Uang Elektronik
Jenis
uang elektronik berdasarkan tercatat atau tidaknya data identitas pemegang pada
penerbit Uang Elektronik dibagi menjadi :
1. Uang Elektronik registered, merupakan Uang Elektronik yang
data identitas pemegangnya tercatat/terdaftar pada penerbit Uang Elektronik.
Dalam kaitan ini, penerbit harus menerapkan prinsip mengenal nasabah dalam
menerbitkan Uang Elektronik Registered. Batas maksimum nilai Uang Elektronik
yang tersimpan pada media chip atau server untuk jenis registered adalah
Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah).
2. Uang Elektronik unregistered, merupakan Uang Elektronik yang
data identitas pemegangnya tidak tercatat/terdaftar pada penerbit Uang
Elektronik. Batas maksimum nilai Uang Elektronik yang tersimpan pada media chip
atau server untuk jenis unregistered adalah Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Uang Elektronik
1. Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Uang
Elektronik.
2. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya,
baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Uang
Elektronik yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian
tertulis.
3. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang
menerbitkan Uang Elektronik.
4. Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan
kerjasama dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Uang Elektronik yang
diterbitkan oleh pihak lain.
5. Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang
menerima pembayaran dari transaksi penggunaan Uang Elektronik.
6. Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank
yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit
dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Uang Elektronik.
7. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga
selain bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir
atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi Uang Elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari
penyelenggara kliring.
Produk - Produk Uang Elektronik
Sistem Transfer : BI –
RTGS
Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
Dengan
sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya
mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS
(RTGS–Central Computer/RCC) di Bank Indonesia untuk proses settlement. Jika
proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis
dan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement
tergantung dari kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam BI-RTGS peserta
hanya dapat diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain,
peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di Bank Indonesia
cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke bank perserta BI-RTGS
lainnya.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS telah diatur dalam :
Manfaat Sistem BI-RTGS
Tujuan
dan manfaat dari implementasi Sistem BI-RTGS adalah sebagai berkut:
1.
Bagi Bank Indonesia
·
Mengurangi risiko Penyelesaian Akhir
(settlement risk) dalam sistem pembayaran nasional; dan
·
Memberikan informasi yang mendukung
kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank.
2. Bagi Bank
·
Meningkatkan efektivitas pengelolaan
dana (management fund) bagi Bank melalui sentralisasi Rekening Giro; dan
·
Meningkatkan kepastian penyelesaian
akhir (settlement).
3. Bagi Masyarakat:
·
Tersedianya tambahan pilihan sarana
transfer yang efisien, cepat, aman, dan handal.
Cakupan Transaksi Sistem BI-RTGS
Saat
ini cakupan transaksi yang melalui Sistem BI-RTGS adalah sebagai berikut :
1.
Transaksi pembayaran antar-bank
bersifat high value payments, yaitu transaksi pembayaran bernilai besar
dan/atau bersifat time-critical, antara lain transaksi PUAB, operasi moneter,
transaksi pemerintah.
2.
Transaksi penyelesaian akhir
(settlement) sisi rupiah dari transaksi perdagangan valas antar-bank.
3.
Transaksi penyelesaian akhir
(settlement) dana dari transaksi pasar modal; dan
4.
Transaksi transfer dana antar-bank
untuk kepentingan nasabahnya yang bersifat urgent.
Selain
itu Sistem BI-RTGS merupakan central settlement processor untuk melakukan
penyelesaian akhir dari sistem pembayaran ritel seperti penyelesaian akhir
hasil kliring dari SKNBI dan sistem pembayaran ritel lainnya (ATM, kartu debit,
kartu kredit).
Fungsi
Sistem BI-RTGS sebagai central processor untuk penyelesaian akhir (settlement)
transaksi pembayaran antar-bank di Indonesia dan merupakan core financial
infrastructure yang mendukung aktivitas ekonomi dan keuangan di Indonesia,
menjadikan Sistem BI-RTGS sebagai Systemically Importance Payment System
(SIPS).
Sistem BI-RTGS sebagai Systemically Important Payment System
(SIPS)
Berdasarkan
Bank for International Settlement (BIS), sistem RTGS merupakan sistem
pembayaran yang dikategorikan sebagai systemically important payment system
(SIPS).
Suatu
sistem pembayaran dikategorikan sebagai SIPS apabila sistem tersebut :
1.
Merupakan satu-satunya sistem
pembayaran di suatu negara atau merupakan sistem pembayaran utama ditinjau dari
total nominal transaksi yang diproses dalam sistem pembayaran tersebut;
2.
Memiliki fungsi utama memproses
transaksi dengan nominal besar; dan
3.
Dipergunakan untuk penyelesaian
transaksi pasar keuangan dan/atau memproses penyelesaian akhir dari sistem
pembayaran lain.
Mekanisme Transfer Dana melalui Sistem BI-RTGS
Dengan
mekanisme Sistem BI-RTGS, dimana pendebetan dan pengkreditan rekening
dilaksanakan secara bersamaan maka risiko kredit dapat diminimalisir karena tidak
lagi terdapat settlement lag. Dengan demikian tidak terjadinya settlement lag
maka risiko sistemik juga dapat dimitigasi.
Biaya Transaksi Sistem BI-RTGS
Biaya
transaksi Sistem BI-RTGS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada bank adalah
sebagai berikut:
1. Untuk transaksi individual yang dikirim pada pukul 06.30 WIB
sampai dengan pukul 15.00 WIB, besarnya biaya transaksi adalah Rp7.000,00
(tujuh ribu rupiah) per transaksi
2. Untuk transaksi individual yang dikirim setelah pukul 15.00
WIB sampai dengan cut off time, besarnya biaya transaksi adalah Rp15.000,00
(lima belas ribu rupiah) per transaksi.
Besarnya
biaya transaksi SKNBI dan Sistem BI-RTGS yang dikenakan bank kepada nasabah
sesuai dengan ketentuan intern masing-masing bank. Namun demikian, bank wajib
mencantumkan biaya yang dikenakan, baik biaya yang dikenakan Bank Indonesia
kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang
dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah.
Window Time Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
Waktu
transaksi transfer antar peserta baik untuk kepentingan nasabah saat ini
dibatasi mulai pk.06.30 - 16.30 WIB. Window time tersebut diharapkan akan dapat
memberikan keleluasaan kepada pelaku ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri
dari 3 zona waktu untuk bertransaksi dengan lebih lancar. Meskipun demikian,
apabila dalam kasus-kasus tertentu diperlukan window time yang lebih lama, Bank
Indonesia dapat melakukan perpanjangan untuk mengakomodasi kebutuhan
perpanjangan tersebut.
Sistem Transfer
: SKNBI
Yang
dimaksud dengan:
1. Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan
Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama
nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
2. SKNBI adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi
kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara
nasional.
Dasar Hukum
Penyelenggaraan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia telah diatur dalam :
Tujuan dan Manfaat SKNBI
Tujuan
diterapkannya SKNBI pada penyelenggaraan kliring di Indonesia adalah untuk
meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel serta memenuhi prinsip-prinsip
manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring.
Adapun
manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah sebagai berikut:
Bagi
Bank Indonesia
1. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal:
·
operasional kliring dengan
ditiadakannya fisik warkat kredit;
·
maintenance aplikasi kliring dengan
digunakannya sistem yang terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
2. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring
yang lebih luas dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer
kredit.
3. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam
penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core
Principles yang dikeluarkan oleb Bank for International Settlement (BIS).
Bagi
Bank
1.
Efisiensi biaya operasional bank
dalam pencetakan dan proses administrasi warkat kredit.
2.
Semakin luasnya jangkauan layanan
bank kepada nasabah.
Bagi
Masyarakat
Tersedianya
pilihan sarana transfer dana yang murah.
Kegiatan SKNBI
SKNBI
dibagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu:
a. Kliring Debet
1. Meliputi kegiatan kliring penyerahan1) dan kliring
pengembalian2), digunakan untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).
2. Kliring Debet dilakukan secara lokal.
3. Perhitungan kliring debet dilakukan oleh Peserta Kliring
Lokal atas dasar Data Keuangan Elektronik (DKE) debet yang dikirim oleh peserta
di wilayah kliring yang bersangkutan.
4. Hasil perhitungan kliring debet tersebut selanjutnya dikirim
ke Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional oleh
Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
b. Kliring Kredit
1.
Digunakan untuk transfer kredit
antar bank tanpa disertai penyampaian
fisik warkat (paperless).
2.
Kliring kredit dilakukan secara
nasional.
Perhitungan
kliring kredit dilakukan oleh PKN atas dasar transfer kredit yang dikirim
peserta dari seluruh wilayah kliring.
Mekanisme
SKNBI secara Umum
Biaya SKNBI
Dalam
penyelenggaraan SKNBI, Bank Indonesia mengenakan biaya proses kepada peserta
yang besarnya adalah sebagai berikut:
a.
Kliring Debet
1. Biaya proses kliring debet untuk wilayah kliring yang
pemilahan warkat debetnya dilakukan secara otomasi sebesar Rp1.500,00 (seribu
lima ratus rupiah) per transaksi dengan rincian Rp1.000,00 (seribu rupiah)
untuk proses DKE debet dan Rp500,00 (lima ratus rupiah) untuk proses warkat
debet.
2. Biaya proses kliring debet untuk wilayah kliring yang
pemilahan warkat debetnya dilakukan secara manual sebesar Rp1.000,00 per
transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debet.
b.
Kliring Kredit
1. Biaya proses kliring kredit sebesar Rp1.000,00 (seribu
rupiah) per transaksi.
Sistem
Tranfer : Pengiriman Uang
Pengiriman Uang
Kegiatan
usaha pengiriman uang (KUPU), yang juga dikenal sebagai money remittance
service, merupakan kegiatan pengiriman uang, baik secara domestik maupun lintas
batas (cross border), yang dilakukan oleh penyelenggara pengiriman uang untuk
melaksanakan perintah tidak bersyarat dari pengirim kepada penyelenggara
pengiriman uang untuk mengirim uang kepada penerima. Pada umumnya, jasa layanan
pengiriman uang ini banyak digunakan oleh migrant workers, dalam hal ini
digunakan sebagai sarana transfer dana dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di luar negeri kepada keluarganya di Indonesia. Namun demikian,
pengguna layanan jasa ini dapat juga dilakukan oleh selain TKI, seperti turis
mancanegara, orang tua pelajar Indonesia di luar negeri, dan sebagainya.
Berdasarkan
UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Transfer Dana, penyelenggara transfer dana
(termasuk penyelenggara KUPU) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia,
sehingga apabila Anda memiliki keluarga yang bekerja di luar negeri dan
mendapat kiriman uang atau Anda akan mengirimkan uang kepada keluarga yang
sedang berada di luar negeri melalui penyelenggara KUPU, hendaknya menggunakan
penyelenggara KUPU yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Definisi
Kegiatan
usaha pengiriman uang merupakan kegiatan pengiriman uang, baik secara domestik
maupun lintas batas (cross border), yang dilakukan oleh penyelenggara
pengiriman uang untuk melaksanakan perintah tidak bersyarat dari pengirim
kepada penyelenggara pengiriman uang untuk mengirim uang kepada penerima.
Maksud
dari perintah tak bersyarat adalah pada umumnya pengiriman uang ini tidak
dilakukan berdasarkan adanya suatu underlying transaction dalam hal ini
dilakukan tanpa kompensasi atau imbal balik berupa barang dan/atau jasa dari
pengirim kepada penerima atau sebaliknya.
Dasar Hukum Penyelenggaraan KUPU
Saat
ini penyelenggaraan transfer dana melalui penyelenggara KUPU telah diatur dalam
:
Cakupan Transaksi KUPU
Cakupan
transaksi pengiriman uang dalam kegiatan usaha pengiriman uang adalah sebagai
berikut:
1. Transaksi pengiriman uang dari luar wilayah Republik
Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia (incoming transfer).
2. Transaksi pengiriman uang dari dalam wilayah Republik
Indonesia ke luar wilayah Republik Indonesia (outgoing transfer); dan
3. Transaksi pengiriman uang secara domestik yaitu di dalam
wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan KUPU, untuk transaksi yang bersifat lintas batas hanya dapat dilakukan dalam bentuk non tunai. Hal tersebut mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit dalam valuta asing. Hal ini perlu diatur untuk mencegah adanya pelaku kegiatan usaha pengiriman uang yang melewati batas negara dengan membawa uang dalam bentuk uang tunai sementara ketentuan perundang-undangan yang berlaku membatasi jumlah maksimal uang tunai yang dapat dibawa melewati batas negara.
Berdasarkan ketentuan KUPU, untuk transaksi yang bersifat lintas batas hanya dapat dilakukan dalam bentuk non tunai. Hal tersebut mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit dalam valuta asing. Hal ini perlu diatur untuk mencegah adanya pelaku kegiatan usaha pengiriman uang yang melewati batas negara dengan membawa uang dalam bentuk uang tunai sementara ketentuan perundang-undangan yang berlaku membatasi jumlah maksimal uang tunai yang dapat dibawa melewati batas negara.
Mekanisme Pengiriman Uang
Mekanisme
pengiriman uang melalui KUPU sangat beragam, namun demikian secara umum
memiliki beberapa tahapan yaitu :
1. proses pengiriman uang (capturing/sending process);
2. proses pengiriman informasi (messaging);
3. proses penyelesaian akhir (settlement process); dan
4. proses penerimaan uang (disbursement process).
Pihak-pihak Dalam Penyelenggaraan KUPU
1. Agen Pengirim adalah badan usaha berbadan hukum yang
menerima sejumlah uang dari pengirim untuk disampaikan kepada penerima melalui
agen penerima.
2. Agen Penerima adalah badan usaha berbadan hukum yang
menerima sejumlah uang dari Agen Pengirim untuk disampaikan kepada penerima.
3. Pengirim adalah perorangan, badan usaha berbadan hukum atau
badan usaha tidak berbadan hukum yang memberikan perintah Pengiriman Uang
kepada Agen Pengirim.
4. Penerima adalah perorangan, badan usaha berbadan hukum atau
badan usaha tidak berbadan hukum yang disebut dalam perintah Pengiriman Uang
untuk menerima Uang hasil Pengiriman Uang.
5. Money Transfer Operator adalah yang menyediakan sarana dan
prasarana, termasuk sistem, yang digunakan sebagai media dalam penyelenggaraan
kegiatan usaha Pengiriman Uang, dan/atau melakukan kegiatan penerimaan dan
penerusan data dan/atau informasi terkait dari suatu Penyelenggara kepada
Penyelenggara lain untuk disampaikan kepada Penerima.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar